Kamis, 29 September 2016

Ngenesnya LDR


Ngenesnya LDR
Gays, ini kisah lama gue. Seberkas masalalu yang selalu membuat gue ngerasa damai, tenang, bahagia, dan ngerasa paling bersalah. Sebelum baca harus pada siapin tisu basah agar kalian gak mencret mendadak ketika ngebaca cerita ini. Sedikit ngawur namun tersetruktur.
21 November 2015, Malam Minggu yang sangat cerah. Seperti biasa, gue selalu menghabiskan malam minggu bersama dengan laptop butut gue. Tempat yang digunakan? Ah, jelas saja bukan coffe, mana mungkin cowok yang menjalin hubungan LDR-an bisa nongkrong di coffe. Gue habiskan malam minggu yang cerah ini di perpustakaan kota. Ingin rasanya gue menghabiskan malam minggu di coffe, tapi gak mungkin. Sama siapa gue kesana? Pacar gue aja jauh di seberang sana.
Malam minggu kali ini sangat berbeda, tepatnya mulai dua bulan yang lalu dimana hubungan LDR gue memasuki fase empat bulanan. Entah apa yang terjadi, yang jelas gue sangat ngerasa jadi lelaki congok malam minggu ini. Sumpah, andai gue boleh memilih gue lebih memilih gantung diri daripada digantungin cintanya. Hubungan yang seharusnya semakin membaik dan saling mengerti satu sama lain karena sudah menginjak empat bulan justru malah sebaliknya. Segala cara telah gue lakukan demi keharmonisan hubungan gue dengan si Dia. Tapi, ah, sayang sekali, gak ada respeck samasekali dari dia. Hina sekali gue sampai gak dianggap oleh seorang wanita yang katanya kekasih gue. Kesabaran memang ada batas.
Malam minggu ini suasana perpustakaan berasa sangat panas, gak seperti biasanya. Gak perlu tengah malam biasanya udara perpus sudah dingin, tapi kali ini sudah memasuki jam satu pagi tapi udara masih saja terasa panas ditubuh gue. Mungkinkah ini efek sakit hati? Um, bisa saja sih. Motor berjejer diparkiran perpus, banyak para jomblonista atau couplenista yang datang untuk sekedar numpang Wifi kayak gue ini. Ada juga kaum jomblonista yang sedang mencari gebetan baru. Semoga saja ada yang mau ya. Sekalian doain gue juga biar bisa lepas dari jeratan yang hanya akan menyiksa batin. Gak dianggap sama saja dipermainkan. Dipermainkan sama saja dihina. Dihina samasaja minta dijauhin.
Motor-motor para pengunjung berjejer rapi dihalaman parkir Perpustakaan. Salah satunya ada motor pinjaman yang gue bawa saat orangnya sedang gak ada di kamar kos. Ingin gue buka baju untuk mengurangi rasa panas ini, tapi gue sadar gue bukan anak idiot yang doyan banget ngelakuin hal konyol seperti bersin didepan orang yang sedang asyik makan.
Sambil nulis di blog, gue pantengin layar hape yang tepat berada disamping laptop. Gue berharap sms datang dari kekasih gue lalu dia dengan semangat ngucapin selamat malam minggu. Tapi, sampai larut pun gak ada sms yang nyasar dari dia masuk dalam hape gue. Mungkin dia selingkuh. Ah, semoga saja tidak. Atau mungkin dia sedang bersenang-senang dengan para sahabatnya. Sepertinya tidak juga. Aha, atau mungkin dia lagi makan atau ketiduran. Ah, manusia mana yang makan lama sekali sampai menghabiskan waktu selama lima jam. Tidur? Manusia mana yang tidurnya lebih dari satu hari? Manusia langka kan?
Berlahan para pengunjung berangsur meninggalkan tempat. Tinggal menyisakan beberapa yang salah satunya adalah gue. Pak Scurity mulai menimang-nimang tongkatnya. Sepertinya akan segera akan dia lepaskan ke salah satu pengunjung yang paling betah numpang wifi di perpus. Apalagi cowok-cowok, pantas saja Scurity gak mau. Kalau cewek mungkin sampai pagi akan dijabanin. Selarut ini gak ada juga sms yang masuk. Andai dia tau disini betapa gue sangat mengharapkannya. Gue sangat mencintainya. Gue ingin bahagia dengannya. Tapi sayang, gue gak dianggap. Gak ada cintanya untuk laki-laki gak jelas ini. Semoga yang kau lakukan disana adalah benar dan untuk kebaikanmu. Tak apa aku disini harus terluka, asal kau di sana bahagia. Ciiiieeee.... Kok gue sok puitis gini ya? Habis makan apa gue tadi. Perasaan cuma minum Air galon tok, hahahaaa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar