Senin, 26 September 2016

Ngenesnya LRD Part 2


Ngenesnya LRD Part 2
Gays, gayss...... Halo-hola dan apa kabar kalian semua.... Gue harap kalian masih pada bernyawa setelah ngebaca “Ngenesnya LDR Part 1” yang gue posting beberapa hari yang lalu. Kali ini gue masih akan bercerita mengenai hubungan jarak jauh alias LDR. Sumpah, lo harus siapin banyak tisu sebelum ngebaca karena gue yakin kalian bakalan termehek-mehek setelah ngebaca cerita ini. Lebih sadis dan lebih gokil!
Ada pepatah Hungaria mengatakan bahwa Tak Kenal itu maka Tak Sayang. Tak sayang maka tak jadian. Dan tak jadian maka...... Jomblo!
Gue adalah tipe orang yang suka banget hijrah dari Negara satu ke Negara yang satu lagi. Banyak banget negara-negara yang sudah berhasil gue kunjungi mulai dari Lampung, Bandung, Garut, Cimahi, Wonosobo, Klaten, Kudus, Demak, Jepara dan akhirnya gue trdampar di salah satu Negara terindah di seluruh Dunia yaitu Yogyakarta. Senyum dulu dong..... Serius banget.
Oke gays, mulai masuk pada cerita. Kali ini gue akan memulainya dari Lampung tempat gue mengawali LDR. Negara kelahiran gue. Gue pernah mengikat janji suci kepada seorang wanta cantik yang telah berhasil membangkitkan semangat hidup gue. Wanita yang sangat anggun dan wanita yang sangat........ Beautiful. Ciieeee...... Sok puitis lo. Hahahaaa....
Ini adalah kisah cinta LDR gue pada tahun 2015 tahun lalu. Entah mengapa sejak saat itu gue menjadi cowok yang paling harus bisa mengerti cewek. Sumpah, gue gak pernah yang namanya luluh dihadapan cewek, tapi setelah si dia jadian dengan gue, gue berubah menjadi cowok penurut seperti ayam kalkun. Selalu harus bisa mengerti cewek.
Pacaran dengan sistem LDR itu gak enak banget. Sumpah! Ruang lingkupnya sangat sempit sekali. Gak percaya? Gue tanya, apa coba yang bisa diperbuat oleh pasangan LDR selain Telvonan sambil gelesotan di kasur terus senyum-senyum sendiri meluk bantal guling padahal yang pengin di peluk si dia. Mandangin foto pasangannya di kamar sambil nyiumin tu foto sampe ngiler-ngiler udah gitu bosen di kamar jadi pindah ke kamar mandi. Sms-an yang kadang pending karena sinyalnya jelek jadi ngomel-ngomel sendiri di kamar sampe gigitin kasur sampe jebol udah kayak tikus. Curhat di Blog kalo gak di buku diary kayak gue ini sambil namgis sampe ngeluarin airmata satu galon. Mencoba sok-sokan belajar ujung-ujungnya dibilang selingkuh, gak sayang, jahat, penghianat dan sampai bajingan. Cuma segitu ruang lingkup pasangan LDR itu. Gimana? Ada yang yang ngerasa gak? Pasti ada, karena gue sendiri aja ngerasa banget. Itu yang gue alami selama menghadapi fase LDR.
Katanya LDR itu melatih kesabaran dan menguji kesetiaan cinta kita terhadap pasangan. Busyit! Bohong! Tipu-tipu! Siapa yang bisa sabar ngeliat temen-temen satu kontrakan jalan sama para kekasihnya masing-masing di malam minggu sedangkan kita cuma jalan dengan hape nungguin sms dari dia kalo gak telvon yang kadang emosi karena pulsanya habis? Ada yang sabar? Hebat dah buat yang bisa sabar. Gue yakin, cepat atau lambat kalian pasti akan bilang “Gue Bosan!”
Hubungan LDR gue saat itu menginjak empat bulan lebih satu hari. Di malam minggu yang cerah dan di malam minggu yang indah. Seindah ketika kita melihat orang-orang pacaran dan mesra-mesraan di depan mata kita.#bacok
Malam itu entah mengapa gue kangen banget sama si dia. Ketika gue bangun tidur siang sampai gue mandi sore yang ada dipikiran gue hanya dia. Gue gak tau entah dia juga merasakan hal yang sama atau tidak yang jelas, gue ingin pikiran dia sama dengan pikiran gue. Setelah mandi sore gue buru-buru pergi ke konter terdekat untuk membeli pulsa. Pulsa gue isi full empat liter sampe tu hape gak cukup buat nampungnya. Berbagai kalimat sudah gue sediakan mulai dari kalimat basa-basi sampai kalimat yang super basi. Gue dandan rapih seperti layaknya cowok yang mau ngajak jalan ceweknya. Padahal LDR.
Malam pun tiba, batrei hape gue lihat full. Keadaan gue terlihat sangat tampan. Bau badan gue udah gak sebau dua tahun yang lalu saat satu bulan gue gak mandi. Rambut tersisir rapih udah mirip banget sama mafia tanah yang sering datang ke rumah gue. Bintang di langit sana terlihat indah dengan kerlap-kerlipnya. Malam minggu ini langit terlihat sangat cerah-se-cerah hati gue. Semuanya terlihat sangat sempurna. Alam, keadaan lingkungan, dan semua seisi bumi seolah mendukung gue malam itu. Hanya satu yang terasa belum sempurna. Gue belum makan. Padahal udah laper banget.
Kata anak jaman sekarang jadi cowok itu gak boleh egois. Gak boleh mendahuluin cewek. Jadi, karena hal itu gue belum makan meskipun laper. Gue gak mau menjadi cowok egois karena makan sendiri. Dan gue juga gak mau dibilang cowok pendahulu wanita karena gue makan duluan sebelum cewek gue.
TING-TONG...... TING-TONG......
Akhirnya, waktunya telah tiba. Jam tujuh malam. Tepat sekali. Gue mulai meraih hape yang ada di atas kasur. Gue segera pasang posisi paling nyaman. Seisi kamar sudah rapi. Sprei, bantal, guling juga tertata rapi di atas kasur. Ruangan wangi. Gue udah siap. Perlahan gue mulai mengangkat hape dan gue cari nomor kontak si dia. Mudah sekali. Tinggal gue ketik huruf awalnya A lalu nama dia sudah nongol. Gak butuh lama, gue langsung menekan tombol hijau tanda call.
Nguuttt..... Nguuuttt......
Oke, percobaan pertama gagal. Gak ada respon dari dia. Ah, mungkin dia lagi mandi. Pikir gue sambil terus terbujur kaku di atas kasur dengan penampilan yang gak wajar. Gue masih mencoba. Dua kali, tiga kali, empat kali sampai berkali-kali tak ada satupun yang diangkat. Gak ada respon dari dia. 1994 sms gue kirim ke nomor dia dan satu pun gak ada yang dia bales. Untuk yang ke-1028 kalinya gue mencoba untuk menghubungi dia. Cukup lebih baik dari sebelumnya. Ada jawaban.
“MAAF, NOMOR YANG ANDA TUJU SEDANG SIBUK. SILAHKAN COBA LAGI.”
Terimakasih mbak operator yang baik sudah menjawab telvon gue. Namun sayangnya bukan kamu yang aku harapkan. Gue semakin terbujur kaku di atas kasur yang tadinya rapih sampai kini berantakan karena bantal, guling, buku-buku, sampai bingkai fotonya yang tadinya gue ciumin kini berhamburan di kamar karena gue lempar dengan kesal. Hatiku hancur. Sakit. Entah mengapa malam minggu itu terjadi pada gue. Gue punya pacar. Gue punya cinta dan gue punya pulsa. Tapi entah mengapa semua itu seperti tidak ada gunanya ketika si dia menghilang begitu saja bagai ketelan bumi. Gue merintih di dalam kamar. Memandangi langit-langit yang mulai kusam karena sering bocor. Airmata gue menetes membasahi pipi menepi pada sebuah muara sampai akhirnya berakhir di pulau kapuk. Ingin rasanya saat itu juga gue bunuh diri minum racun tikus agar dia tahu jika gue mencintai dia lebih dari nyawa gue sendiri. Namun gue masih sadar, gue bukan tikus got yang pantas mati dengan racun tikus.
Sampai jam sebelas malam gue tungguin balasan atau pun call balik dari dia. Namun sampai mulut gue berbusa menganga setiap detik tak ada kabar dari dia. Kabar burung pun tak ada. Apalagi kabar-kabari. Mata gue mulai terlelap dengan segala kekecewaan yang membumbu dihati gue. Panas, jengkel, kecewa, marah, semuanya menjadi satu sebelum akhirnya pada jam dua pagi saat gue mulai memejamkan mata tiba-tiba hape gue berdering. Jam dua pagi! Ingat! Jam dua pagi. Gue nunggu dari jam tujuh sampai hampir minum racun tikus dan baru jam dua pagi dia memberi kabar. Sumpah! Di anggap apa gue?#Ngenes
Kalo ada yang pernah merasakan hal-hal demikian marahlah. Makilah dia dan hujatlah dia lalu setelah itu renungkanlah. Apakah pantas kamu menghujat dan memaki seorang wanita. Jika hatimu merasakan ketidaktegaan atau penyesalan berati kamu memiliki “CINTA.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar